Translator

Friday 15 April 2016


Reshuffle Kabinet : Mempercepat Capaian Nawacita

Oleh: Andaru Satnyoto

Saat ini berkembang wacana di masyarakat tentang isu reshuffle kabinet atau pergantian menteri-meneteri Kabinet Kerja 2014 – 2019, yang terungkap di media massa dan berbagai pernyataan lembaga ataupun dalam beberapa diskusi publik belakangan ini. Mengingat pemerintahan sudah berjalan sekitar 1,5 tahun, tentunya penilaian saat ini yang terjadi di masyarakat, bukan suatu  evaluasi akhir untuk menilai kinerja pemerintahan Jokowi.  Bagi Presiden Jokowi penilaian evaluatif Kabinet Kerja ini penting untuk melihat secara kritis seberapa jauh pencapaian Nawacita visi misi Presiden Jokowi.

Perubahan susunan kabinet atau reshuffle tentu tidak ada salahnya karena itu wilayah kewenangan sepenuhnya Presiden untuk mewujudkan janji politiknya sebagai bagian dari perwujudan cita-cita nasional.  Oleh karena itu tidak ada salahnya jika Presiden melakukan penilaian terhadap menteri-menteri di Kabinet Kerja-nya dengan melihat capaian program kerja yang sudah digariskan dalam Nawacita. Dalam realitasnya, tentu harus ada tolak ukur kinerja kementrian yang dalam menjalankan Nawacita, sebagai garis program yang dikampanyekan Jokowi sewaktu Pilpres 2014.

Meskipun evaluasi atau penilaian masyarakat saat ini masih bisa saja menimbulkan pro kontra, namun apapun  penilaian  berbagai kalangan masyarakat terhadap jalannya Pemerintahan Jokowi, terutama kinerja para menteri Kabinet Kerja, patut mendapat apresiasi positif. Hal itu menunjukkan bahwa rakyat secara aktif peduli dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuatu yang korelatif dengan tingkat partisipasi pemilih (dukungan) pada Pilpres yang lalu. Kritik serta sumbang saran merupakan cermin yang diperlukan oleh para pemegang otoritas yang mendapatkan amanat tanggung jawab publik sesuai kontitusi dan sah adanya. Justru kritik yang direspons positip dapat makin memperkuat legitimasi publik terhadap pemerintah secara umum. Oleh karena dengan model interaksi positip rakyat dan pemerintah demikian, akan makin memperkuat proses demokrasi partisipatif kini dan mendatang. Kritik rakyat adalah energi perbaikan bagi pemerintah.

Pengamatan secara umum penilaian masyarakat terhadap kinerja pemerintahan sebenarnya tidaklah  negatif. Bahkan umumnya masyarakat sebenarnya relatif apresiatif terhadap usaha Jokowi melakukan percepatan pembangunan khususnya infrastruktur, deregulasi berbagai aturan untuk kemudahan investasi dan penguatan kemampuan pemenuhan pangan secara sistematis dalam jangka panjang. Ada beberapa isu yang patut terkait hal ini antara lain:

Pertama, kinerja ekonomi terkait dengan kebutuhan hidup orang banyak, dimana harga-harga barang kebutuhan sehari-hari  dirasakan masyarakat telah meningkat sementara kenaikan pendapatan tidak banyak berubah. Masyarakat merasakan bahwa pendapatan tahun lalu, misalnya,  tidaklah meningkat signifikan atau berubah banyak, padahal harga barang telah meningkat. Kenaikan harga kebutuhan pangan dan non pangan menjadi beban keluarga (masyarakat) umumnya. Pada sisi ini terkait pula dengan peningkatan peluang kerja baru. Pertumbuhan lapangan kerja masih belum menurunkan tingkat pengangguran secara signifikan. Tentu ini tidak terlepas dari problem pelambatan eknomi global. Sebagian usaha menciptakan lapangan kerja juga terdorong (mendapat insentif) dari percepatan pembangunan infrastruktur baik di Jawa dan luar Jawa  dan target  pembangunan listrik yang besar hingga mencapai 35 ribu Megawatt. Tentu hal ini tidak mudah, tetapi harus dilaksanakan untuk terobosan kemajuan.

Kedua, adanya berbagai debat publik, setelah adanya perbedaan-perbedaan pandangan antara anggota kabinet. Hal ini tidaklah negatif. Karena dengan perdebatan itu juga memunculkan pandangan-pandangan masyarakat, sehingga dapat memberi masukan atau bahkan menguji seberapa jauh pandangan itu bermanfaat untuk rakyat. Salah satu contoh perdebatan yang cukup seru adalah soal pilihan kebijakan pengolahan migas di darat (onshore) atau di laut (0ffshore). Presiden telah memutuskan pengolahan di darat, dengan berbagai pertimbangan kemanfaatan untuk rakyat dan pembangunan Kawsan Timur Indonesia.

Ketiga, program pembangunan untuk swasembada pangan khususnya padi / beras, jagung, kedelai dan daging sapi relatif membutuhkan waktu sekurangnya 3 tahun.  Swasembada pangan saat ini memerlukan perluasan lahan sawah yang massif bisa mencapai 1 juta hektar, dan penambahan jumlah sapi hingga sekitar 300 ribu ekor indukan dan bakalan. Kerja ini sebagian kecil  mulai tahun lalu dan diteruskan tahun ini dan lanjut tahun-tahun mendatang. Pembuatan waduk-waduk baru juga diperkirakan baru bisa memberikan manfaat pada tahun 2017 / 2018. Sementara perbaikan alur sarana irigasi tersier, yaitu sarana peyaluran dan pengaturan air yang langsung ke sawah juga masih berlangsung, sebagian sudah selesai, namun dampaknya masih belum maksimal karena tidak memberikan penambahan sawah baru yang massif.

Kempat, isu pendidikan yang mencakup pembenahan kualitas dan kemampuan peserta didik dan juga guru-guru agar semakin merata dan meningkat. Disamping itu hingga saat ini ada sorotan terhadap sekolah-sekolah bahkan juga perguruan tinggi yang menjadi tempat kampanye tumbuhnya bibit radikalisme sempit keagamaan dan sikap intoleransi. Sarana pendidikan, sekolah dan perguruan tinggi seharusnya makin membuka wawasan toleransi dan semangat keindonesiaan (nasionalisme) yang kuat. Ini yang harus benar-benar diperhatikan dan tidak mudah karena terutama berkait dengan kognisi dan mental spiritual.

Kelima, problem pembangunan pedesaan. Pedesaan saat ini masih relatif tertinggal dan menyimpan beban pengangguran. Penggelontoran dana desa yang terus bertambah setiap tahun, jika tidak diiringi peningkatan produktifitas dan kreatifitas penegembangan ekonomi, justru akan menjadi beban di masa depan dan membuat desa kehilangan kemandiriannya. Pembangunan pedesaan saat ini merupakan salah satu titik krusial untuk perbaikan taraf hidup masyarakat. Hal ini karena pedesaan telah lama menyimpan maslah-masalah kemiskinan, yang belum ada titik pemecahan komprehensif.  Di Korea Selatan misalnya program modernisasi, pengentasan kemiskinan dan produktiftas masyarakat pedesaan melalui apa yang dikenal dengan Program Saemaul Undong.

Keenam, dampak kampanye dan kompetisi presiden tahun lalu yang cukup ramai, melambungkan harapan rakyat akan hebatnya pemerintahan yang akan dibentuk dibawah pemenang pilpres Jokowi-JK. Ekspektasi atau harapan yang sangat tinggi ini tidak mudah direalisir mengingat beban persoalan yang sedang berjalan dan dari masa pemerintahan sebelumnya juga cukup besar. Misalnya masyarakat menginginkan tindakan tindakan perbaikan besar atau drastis pemerintahan. Namun, seolah pemerintahan berjalan seperti biasanya, pemotongan anggaran perjalanan dinas, penghematan anggaran pegawai dan sebagainya di mata masyarakat tidak tampak. Perbaikan perijinan dan kemudahan perijinan usaha juga masih belum tampak atau belum selesai dikerjakan dan perda-perda perijinan yang tumpang tindih juga harus dihapuskan.

            Hingga saat ini penilaian kinerja kabinet berdasarkan indikator tertentu sesuai dengan sasaran yang akan dicapai pemerintahan seperti tertuang dalam Nawacita belum tampak. Yang ada penilaian umum berdasarkan opini publik yang berkembang terutama melalui media massa dan media elektronik. Kadangkala penilaian umum lebih kuat ada pada permukaan, atau kurang komprehensif dan tidak menyentuh pula hal-hal yang substantif, sehingga bisa jadi penilian umum dan presiden berbeda.

            Waktu kerja presiden, yang masih belum genap setengah jalan dari rentang 5 tahun umur Kabinet Kerja, bisa dibilang baru pada taraf meletakkan pondasi kerja. Presiden Jokowi sudah saatnya menimbang obyektif kinerja para menterinya: mana yang memuaskan dan sejalan dengan Nawacita.  Kementrian mana yang belum berprestasi dan bahkan menimbulkan beban pemerintah, haruslah diganti. Karena itu, reshuffle kabinet bisa dilakukan dengan melihat capaian program-program kerja pemerintahan Presiden Jokowi yang selama ini kita kenal sebagai Nawacita di setiap kementrian. Dengan reshuffle kabinet, diharapkan jalannya pemerintahan  bisa lebih efisien, mempercepat pencapaian Nawacita dan efektif merealisasikam program kerjanya sesuai yang diharapkan rakyat Indonesia dan sesuai janji kampanye pilpres 2014.

            Kita berharap upaya-upaya mendorong reshuffle kabinet hanya dilakukan dengan mempertimbangkan capaian program sesuai Nawacita, bukan pesanan dan tekanan politik partisan.

Jakarta, 7 April 2016

Andaru Satnyoto
Dosen Program Studi Hubungan Internasional, Fisipol, UKI  Jakarta.


No comments:

Post a Comment