Translator

Tuesday 22 March 2016

Penataan Pengamanan Laut Nusantara Menuju Poros Maritim Dunia : Catatan Awal

Focus Group Discussion:
Catatan Terbuka Untuk Diskusi Manado 27 Agustus 2015

PENATAAN PENGAMANAN  LAUT  NUSANTARA  MENUJU  POROS  MARITIM  DUNIA: CATATAN AWAL

Oleh: Andaru Satnyoto[i]


1.Pengantar
Arti penting laut dan kawasan Indonesia, kawasan Asia Tenggara dan Kawasan Pasifik telah jauh-jauh hari disampaikan oleh Dr. Gerungan Saul Samuel Jacob Ratu Langie, tokoh penting, pahlawan nasional asal Tondano, Sulawesi Utara / Minahasa melalui bukunya berjudul Indonesia di Pasifik, tahun 1937.[ii] Menurut Ratu Langie Asia Pasifik dimana Indonesia berada, makin penting kedudukannya dalam perkembangan abad ke-20, karena kawasan ini bergerak maju dan memiliki penduduk besar.

Kesadaran pentingnya laut, potensi dan posisi Indonesia ini, cenderung baru muncul kembali setelah reformasi 1998, terutama setelah Presiden RI ke-4, Gus Dur membentuk Departemen atau Kementrian Kelautan, yang terus berlanjut hingga saat ini. Bahkan oleh Presiden RI saat ini, Jokowi mencanangkan usaha Indonesia menjadi kekuatan laut, kekuatan ekonomi laut dengan menyebutnya Indonesia menuju poros maritim dunia. Oleh karena itu usaha-usaha dan kajian tentang laut, tentang kemaritiman harus makin diperhebat, makin diperkuat. Oleh karena itu adalah sangat penting penataan atas seluruh perangkat  kelembagaan, managemen, sumber dana dan daya atau personal yang mendukung Indonesia menuju poros maritim dunia.

2.Potensi Laut dan tantanganya
Sejalan dengan pemikiran diatas, secara umum laut di wilayah Indonesia telah diakui memiliki arti yang maha penting bagi masa depan bangsa dan negara Indonesia, yang merupakan negara kepualaun terbesar di dunia dan merupakan 2/3 wilayah nasional RI, dengan kisaran luas laut lebih 5 juta km2.  Sering kita secara berseloroh bahwa negeri kita adalah negeri lautan dengan pulau-pulau diatasnya.

Potensi penting laut kita mencakup beberapa aspek, yaitu : 1. Potensi geografis karena terletak dalam persilangan atau koridor jalur Samuder Pasifik dimana terletak negara-negara super power dan Samudra Hindia (Bung Karno menyebutnya Samudera Indonesia) yang merupakan samudra terbesar bagian selatan planet bumi kita. 2. Potensi cadangan minyak dan gas bumi. 3. Potensi cadangan mineral, bahan obat dan sebagainya. 4. Potensi ekonomi karena menjadi bahan utama atau penyedia bahan garam, ikan, rumput laut, air dan lain-lain, yang semua dapat bernilai ekonomi. 5. Potensi wisata (bahari) yang sangat luas. 6. Potensi kekayaan sejarah, cutural heritage sebagai sarana aktifitas manusia dalam sepanjang sejarah perdabannya, misalnya barang-barang atau benda cagar budaya dari BMKT (barang-barang muatan kapal tenggelam ) yang sangat banyak di kawasan perairan Indonesia. Potensi kerugian pengangkatan kapal-kapal lama ini bisa puluhan hingga ratusan milyar. 7. Potensi manfaat pelayaran yang dapat menentukan daya saing bangsa Indonesia dalam kancah ekonomi dan hubungan internasional. Misalnya, akibat lemahnya pengamanan kawasan pantai dan munculnya pelabuhan “tikus” menurut Menkeu, Indonesia tiap tahun kehilangan pendapatan bea cukai hingga 30 trilyun per tahun dan juga melemahkan daya saing barang-barang nasional atau dalam negeri.

Semua potensi tersebut bernilai ribuan triliyun dan semua memerlukan pengelolaan dan pengamanan. Inilah tantangan besar kita, karena semua potensi tersebut terbuka, semua orang bisa “mengambilnya”, memanfaatkannya atau mengelolanya.  Atau sebaliknya, potensi-potensi tersebut banyak tersembunyi sehingga memerlukan ilmu, ketrampilan, keahlian, modal dan kapasitas tertentu untuk memanfaatkan nilai potensi tersebut.

Aspek penting lain agar semua potensi tersebut dapat dimanfaatkan, dapat dikelola dan memberikan kesejahteraan rakyat adalah aspek pengamanan dan penegakan hukum di laut dan juga wilayah perairan lainnya. Tantangan pengamanan sektor laut atau maritim ini mencakup pengamanan dari intrusi musuh atau kekuatan luar negara (dimensi pertahanan) dan keamanan dari gangguan dari dalam negara maupun upaya penegakan hukum (law enforcement).

Kesan umum dan tantangan umum yang selama ini mengemuka terkait dengan problem ini adalah masih lemahnya kekuatan keamanan laut, tumpang tindih pengaturan pengamanan laut, kelembagaan dan lemahnya koordinasi antar lembaga terkait.

3.Pengaturan dan Kelembagaan Keselamatan dan Pengamanan Laut

Pertahanan dan keamanan laut merupakan dua dimensi berbeda namun memiliki kesamaan dalam perlindungan terhadap wilayah negara dan penegakan yuridiksi nasional atas laut wilayah negara secara keseluruhan. Dan didalam pertahanan serta keamanan laut tersebut terdapat fungsi-fungsi dan tugas berbagai lembaga sesuai bidangnya. Terkait dengan hal tersebut dan tantangan diatas diperlukan sinkronisasi, koordinasi dan penguatan atau peningkatan kapasitas pengamanan dan fungsi keselamatan laut dalam berbagai instistusi terkait.

Dalam kerangka menjawab problem dan tantangan diatas tampaknya hendak dijawab dalam Undang-Undang Tentang Laut yaitu UU 32 tahun 2014, khususnya pada Bab IX pasal 58 - .67. Meskipun demikian pengaturan-pengaturan lain dalam keselamatan dan keamanan dan penegakan hukum di laut  tetap berlaku dan tidak tegas adanya manjemen satu atap atau satu  satu koridor bersama. Pengaturan lain yang terkait, misalnya,  Undang-undang no 17  tahun 2018 tentang pelayaran, khususnya tentan KPLP / ISCG, Peraturan Menteri Perhubungan, Undang-undang Bea Cukai, Undang-undang imigrasi, dan  SK Perdana Menteri RI 1 Desember 1956  tentang Polisi Air dan Udara.[iii]

Dari sisi institusi dan arah umum pembangunan pertahanan dan keamanan laut ini  masih perlu diperjelas sehingga kehadiran Badan Keamanan Laut tidak sekedar menambah lembaga dan akhirnya juga tidak efektif mengkoordinasikan dan menyinergikan kekuatan pengamanan laut Indonesia.

Arah umum dan kebijakan nasional ini perlu dipertegas untuk mengefisienkan pengelolaan seluruh sistem pertahanan wilayah laut, pengamanan dan keselamatan laut yuridksi nasional.
Sehubungan dengan pemikiran tersebut di atas ada beberapa arah kebijakan yang perlu segera dibuat dan diimplementasikan untuk mendukung kebijakan menjadikan Indonesia sebagai kekuatan poros maritim dunia.

Pertama, dalam 10 tahun ke depan mestinya kita sudah memiliki kebijakan sistem wilayah pertahanan terintegrasi (laut, udara dan darat) dengan prioritas pada kemampuan laut. Untuk pertahanan wilayah darat dan laut yang demikian luas  maka kebijakan kekuatan laut (menjadi sea power) merupakan kebutuhan riil negara maritim. Seberapa besar proyeksi kekuatan apakha regional power atau global power. Secara kalkulatif, dalam jangka menengah mestinya kita sudah memproyeksikan sebagai regional power. Kekuatan laut yang besar pada masa damai  ini untuk memastikan keamanan dan keselamatan penggunaan laut, seperti  untuk masa damai seperti menjaga lalu lintas damai kapal, melakukan SAR, penanganan kecelakaan dan lain-lain. Kemampuan sea power yang memadai sebagai kebutuhahn mutlak minimum pertahanan, yang diproyeksikan mampu menangani ancaman dari luar sehingga mampu menghancurkan kekuatan musuh sebelum masuk laut nasional. Sistem pertahanan ini dengan proyeksi regional sea power,   harus memiliki memiliki berbagai armada, sekurangnya armada personal, angkutan dan tempur, armada kelompok misil, armada perlindungan udara, dan kapasitas serta kemampuan counter attack, dimana usaha penghancuran dari pihak lawan selalu masih bisa dibalas dengan lebih kuat dari sistem pertahanan kita. [iv]

Kedua, perlu adanya manajemen satu atap atau satu koridor pengamanan laut, keselamatan laut dan penegakan hukum di laut sesuai undang-undang dan hukum internasional, sebagaimana diperintahkan pada UU 32 tahun 2014 tentang laut, dari pasal 59 – 63 yang secara garis besar mencakup: 1. Penegakan kedaulatan dan hukum atas sekuruh perarairan laut di Indonesia. 2. Penegakan hukum / aturan pelayaran kapal-kapal dalam lalu lintas damai di Indonesia, 3. Melakukan patroli kemanan dan keselamatan laut Indonesia. Sedangkan fungsinya mencakup perlindungan, pengamanan, sinergi dan koordinasi patroli, penjagaan , pengawasan dan pencegahan pelanggaran hukum, bantuan SAR, dan dukungan terhadap sistem pertahanan (nasional). Kebijakan ini walaupun kait dengan sistem pertahanan tetapi berada diluar lingkup pembinaan sistem pertahanan (militer).

Ketiga, Reformulasi dan reposisi Badan Keamanan Laut  sebagai lembaga yang dibentuk dan dibawah langsung Presiden dengan dikoordinasi oleh  Menko Maritim. Secara teknis organisasi dapat pula Menko Maritim merangkap sebagai Kepala badan Kamla, sedangkan tugas dan fungsi koodinasi sehari-hari dapat ditunjuk Pelaksana Harian Kepala Badan atau semacam Chief Executive-nya. Ini untuk mempertegas menteri yang mengkordinasikannya sebagaimana rujukan pasal 60, UU no 32/2014,  Tentang Laut. Hal ini juga mempertegas arah pembagian pembinaan, langkah koordinasidan sinergi lembaga Bakamla yang menjalankan tugas dan fungsi penegakan kedaulatan dan hukum di laut nasional berada dalam lingkup sipil, bukan pertahanan. Dengan demikian domainnya menjadi sangat jelas, termasuk pengelolaan lembaga, personel, penggunaan personel militer untuk pekerjaan diluar tugas pertahanan negara, lihat Undang-undang nomor 34 tahun 2004, tentang  TNI. Tidak ada keraguan lagi atas domain dan “jenis kelamin” atau bentuk, tugas dan fungsi Badan Keamanan Laut (Bakamla).

Keempat, sebagai  tindak lanjut arah ketiga diatas, Bakamla perlu segera harus segera menyusun berbagai kebijakan dan pedoman sinergi dan kordinasi semua lembaga penegakan hukum dan keadualtan laut nasional. Dengan adanya pedoman ini, selanjutnya dapat diatur pemanfaatan, penguatan patroli, pengamaan dan sistem keselamatan laut, pelabuhan dan pantai.  Bila ini berjalan tahapan selanjutnya dalah pembinaan personal dan kemampuan teknologi dalam usaha menjalankan tugas dan fungsinya serta peningkatan kapasitas lembaga secara keseluruhan diukur dari capaian kinerja seluruh institusi yang berada dibawah koordinasi Bakamla, meskipun fungsi pembinaan personel masih berada di bawah instansi masing-masing. Jika seluruh sistem, tugas dan fungsi organisasi tersebut berjalan maksimal,   kita yakin akan ada ribuan trilyun kekayaan kita terselamatkan. Dengan demikian,  tujuan perlindungan dan pemanfaatan laut untuk kesejahteraan rakyat sebagaimana diprintahkan undang-undang tentang laut dapat terlaksana.

Jakarta / Manado, 27 Agustus 2015



Andaru Satnyoto








[i] Andaru Satnyoto, Dosen Program Studi Hubungan Internasonal , FISIP Universitas Kristen Indonesia, Peneliti pada Centre For Asia Pacific Studies , Jakarta.

[ii] Buku aslinya : GSSJ Ratu Langie, Indonesia In den Pasific: Kemproblemen van den Aziatitischen Pacific, Batavia, 1937; Buku ini diterbitkan kembali dengan tulisan dan bahasa  yang telah disesuaikan menjadi Indonesia di Pasifik:Analisa Masalah-masalah Pokok Asia-Pasifik, Jakarta: Sinar Harapan, 1982.

[iii] Lihat berbagai pengaturan dan kelembagaan yang terkait baik dalam bentuk UU, Perpres SK Perdana Menteri, Peraturan Menteri, SK dan Perturan Kapolri dll.

[iv]Lihat Rusdi Marpaung dkk. (eds.) Dinamika Reformasi Sektor Keamanan,  Jakarta: Imparsial, 2005.  Lihat pula berbagai texbook pengajaran dasar  studi hubungan internasional tentang politics, security and power.

Tuesday 8 March 2016


Jakarta, 7 Maret 2016

Yang terhormat rekan-rekan semua sesama pengguna Blogg
dimana pun  berada / ditempat


Selamat malam,
Salam sejahtera...

Pertama-tama saya mohon maaf karena kendala teknis dan persolan laptop
saya baru aktif kembali di blog saya.
saya berharap , untuk dapat menulis dan berbagai berbagai hal bersama sahabat-sahabat sekalian melalui media ini

salam


Andaru Satnyoto