Focus Group Discussion:
Catatan Terbuka Untuk Diskusi Manado 27 Agustus 2015
PENATAAN PENGAMANAN
LAUT NUSANTARA MENUJU POROS
MARITIM DUNIA: CATATAN AWAL
Oleh:
Andaru Satnyoto[i]
1.Pengantar
Arti penting laut dan kawasan Indonesia, kawasan Asia
Tenggara dan Kawasan Pasifik telah jauh-jauh hari disampaikan oleh Dr. Gerungan
Saul Samuel Jacob Ratu Langie, tokoh penting, pahlawan nasional asal Tondano,
Sulawesi Utara / Minahasa melalui bukunya berjudul Indonesia di Pasifik, tahun 1937.[ii] Menurut Ratu Langie Asia
Pasifik dimana Indonesia berada, makin penting kedudukannya dalam perkembangan
abad ke-20, karena kawasan ini bergerak maju dan memiliki penduduk besar.
Kesadaran pentingnya laut, potensi dan posisi
Indonesia ini, cenderung baru muncul kembali setelah reformasi 1998, terutama
setelah Presiden RI ke-4, Gus Dur membentuk Departemen atau Kementrian
Kelautan, yang terus berlanjut hingga saat ini. Bahkan oleh Presiden RI saat
ini, Jokowi mencanangkan usaha Indonesia menjadi kekuatan laut, kekuatan
ekonomi laut dengan menyebutnya Indonesia menuju poros maritim dunia. Oleh
karena itu usaha-usaha dan kajian tentang laut, tentang kemaritiman harus makin
diperhebat, makin diperkuat. Oleh karena itu adalah sangat penting penataan
atas seluruh perangkat kelembagaan,
managemen, sumber dana dan daya atau personal yang mendukung Indonesia menuju
poros maritim dunia.
2.Potensi
Laut dan tantanganya
Sejalan dengan pemikiran diatas, secara umum laut di
wilayah Indonesia telah diakui memiliki arti yang maha penting bagi masa depan
bangsa dan negara Indonesia, yang merupakan negara kepualaun terbesar di dunia
dan merupakan 2/3 wilayah nasional RI, dengan kisaran luas laut lebih 5 juta
km2. Sering kita secara berseloroh bahwa
negeri kita adalah negeri lautan dengan pulau-pulau diatasnya.
Potensi penting laut kita mencakup beberapa aspek,
yaitu : 1. Potensi geografis karena terletak dalam persilangan atau koridor
jalur Samuder Pasifik dimana terletak negara-negara super power dan Samudra
Hindia (Bung Karno menyebutnya Samudera Indonesia) yang merupakan samudra
terbesar bagian selatan planet bumi kita. 2. Potensi cadangan minyak dan gas
bumi. 3. Potensi cadangan mineral, bahan obat dan sebagainya. 4. Potensi
ekonomi karena menjadi bahan utama atau penyedia bahan garam, ikan, rumput
laut, air dan lain-lain, yang semua dapat bernilai ekonomi. 5. Potensi wisata
(bahari) yang sangat luas. 6. Potensi kekayaan sejarah, cutural heritage
sebagai sarana aktifitas manusia dalam sepanjang sejarah perdabannya, misalnya
barang-barang atau benda cagar budaya dari BMKT (barang-barang muatan kapal
tenggelam ) yang sangat banyak di kawasan perairan Indonesia. Potensi kerugian
pengangkatan kapal-kapal lama ini bisa puluhan hingga ratusan milyar. 7.
Potensi manfaat pelayaran yang dapat menentukan daya saing bangsa Indonesia
dalam kancah ekonomi dan hubungan internasional. Misalnya, akibat lemahnya
pengamanan kawasan pantai dan munculnya pelabuhan “tikus” menurut Menkeu,
Indonesia tiap tahun kehilangan pendapatan bea cukai hingga 30 trilyun per
tahun dan juga melemahkan daya saing barang-barang nasional atau dalam negeri.
Semua potensi tersebut bernilai ribuan triliyun dan
semua memerlukan pengelolaan dan pengamanan. Inilah tantangan besar kita,
karena semua potensi tersebut terbuka, semua orang bisa “mengambilnya”,
memanfaatkannya atau mengelolanya. Atau
sebaliknya, potensi-potensi tersebut banyak tersembunyi sehingga memerlukan
ilmu, ketrampilan, keahlian, modal dan kapasitas tertentu untuk memanfaatkan nilai
potensi tersebut.
Aspek penting lain agar semua potensi tersebut dapat
dimanfaatkan, dapat dikelola dan memberikan kesejahteraan rakyat adalah aspek
pengamanan dan penegakan hukum di laut dan juga wilayah perairan lainnya. Tantangan
pengamanan sektor laut atau maritim ini mencakup pengamanan dari intrusi musuh
atau kekuatan luar negara (dimensi pertahanan) dan keamanan dari gangguan dari
dalam negara maupun upaya penegakan hukum (law enforcement).
Kesan umum dan tantangan umum yang selama ini
mengemuka terkait dengan problem ini adalah masih lemahnya kekuatan keamanan
laut, tumpang tindih pengaturan pengamanan laut, kelembagaan dan lemahnya
koordinasi antar lembaga terkait.
3.Pengaturan
dan Kelembagaan Keselamatan dan Pengamanan Laut
Pertahanan dan keamanan laut merupakan dua dimensi
berbeda namun memiliki kesamaan dalam perlindungan terhadap wilayah negara dan
penegakan yuridiksi nasional atas laut wilayah negara secara keseluruhan. Dan
didalam pertahanan serta keamanan laut tersebut terdapat fungsi-fungsi dan
tugas berbagai lembaga sesuai bidangnya. Terkait dengan hal tersebut dan
tantangan diatas diperlukan sinkronisasi, koordinasi dan penguatan atau
peningkatan kapasitas pengamanan dan fungsi keselamatan laut dalam berbagai
instistusi terkait.
Dalam kerangka menjawab problem dan tantangan diatas
tampaknya hendak dijawab dalam Undang-Undang Tentang Laut yaitu UU 32 tahun
2014, khususnya pada Bab IX pasal 58 - .67. Meskipun demikian
pengaturan-pengaturan lain dalam keselamatan dan keamanan dan penegakan hukum
di laut tetap berlaku dan tidak tegas
adanya manjemen satu atap atau satu satu
koridor bersama. Pengaturan lain yang terkait, misalnya, Undang-undang no 17 tahun 2018 tentang pelayaran, khususnya
tentan KPLP / ISCG, Peraturan Menteri Perhubungan, Undang-undang Bea Cukai,
Undang-undang imigrasi, dan SK Perdana
Menteri RI 1 Desember 1956 tentang
Polisi Air dan Udara.[iii]
Dari sisi institusi dan arah umum pembangunan
pertahanan dan keamanan laut ini masih
perlu diperjelas sehingga kehadiran Badan Keamanan Laut tidak sekedar menambah
lembaga dan akhirnya juga tidak efektif mengkoordinasikan dan menyinergikan
kekuatan pengamanan laut Indonesia.
Arah umum dan kebijakan nasional ini perlu dipertegas
untuk mengefisienkan pengelolaan seluruh sistem pertahanan wilayah laut,
pengamanan dan keselamatan laut yuridksi nasional.
Sehubungan dengan pemikiran tersebut di atas ada
beberapa arah kebijakan yang perlu segera dibuat dan diimplementasikan untuk
mendukung kebijakan menjadikan Indonesia sebagai kekuatan poros maritim dunia.
Pertama,
dalam 10 tahun ke depan mestinya kita sudah memiliki kebijakan sistem wilayah
pertahanan terintegrasi (laut, udara dan darat) dengan prioritas pada kemampuan
laut. Untuk pertahanan wilayah darat dan laut yang demikian luas maka kebijakan kekuatan laut (menjadi sea
power) merupakan kebutuhan riil negara maritim. Seberapa besar proyeksi
kekuatan apakha regional power atau global power. Secara kalkulatif, dalam
jangka menengah mestinya kita sudah memproyeksikan sebagai regional power. Kekuatan
laut yang besar pada masa damai ini
untuk memastikan keamanan dan keselamatan penggunaan laut, seperti untuk masa damai seperti menjaga lalu lintas
damai kapal, melakukan SAR, penanganan kecelakaan dan lain-lain. Kemampuan sea
power yang memadai sebagai kebutuhahn mutlak minimum pertahanan, yang
diproyeksikan mampu menangani ancaman dari luar sehingga mampu menghancurkan
kekuatan musuh sebelum masuk laut nasional. Sistem pertahanan ini dengan
proyeksi regional sea power, harus
memiliki memiliki berbagai armada, sekurangnya armada personal, angkutan dan
tempur, armada kelompok misil, armada perlindungan udara, dan kapasitas serta
kemampuan counter attack, dimana usaha penghancuran dari pihak lawan selalu
masih bisa dibalas dengan lebih kuat dari sistem pertahanan kita. [iv]
Kedua,
perlu adanya manajemen satu atap atau satu koridor pengamanan laut, keselamatan
laut dan penegakan hukum di laut sesuai undang-undang dan hukum internasional,
sebagaimana diperintahkan pada UU 32 tahun 2014 tentang laut, dari pasal 59 –
63 yang secara garis besar mencakup: 1. Penegakan kedaulatan dan hukum atas
sekuruh perarairan laut di Indonesia. 2. Penegakan hukum / aturan pelayaran
kapal-kapal dalam lalu lintas damai di Indonesia, 3. Melakukan patroli kemanan
dan keselamatan laut Indonesia. Sedangkan fungsinya mencakup perlindungan,
pengamanan, sinergi dan koordinasi patroli, penjagaan , pengawasan dan
pencegahan pelanggaran hukum, bantuan SAR, dan dukungan terhadap sistem
pertahanan (nasional). Kebijakan ini walaupun kait dengan sistem pertahanan
tetapi berada diluar lingkup pembinaan sistem pertahanan (militer).
Ketiga,
Reformulasi
dan reposisi Badan Keamanan Laut sebagai
lembaga yang dibentuk dan dibawah langsung Presiden dengan dikoordinasi
oleh Menko Maritim. Secara teknis
organisasi dapat pula Menko Maritim merangkap sebagai Kepala badan Kamla,
sedangkan tugas dan fungsi koodinasi sehari-hari dapat ditunjuk Pelaksana
Harian Kepala Badan atau semacam Chief Executive-nya. Ini untuk mempertegas
menteri yang mengkordinasikannya sebagaimana rujukan pasal 60, UU no
32/2014, Tentang Laut. Hal ini juga
mempertegas arah pembagian pembinaan, langkah koordinasidan sinergi lembaga
Bakamla yang menjalankan tugas dan fungsi penegakan kedaulatan dan hukum di
laut nasional berada dalam lingkup sipil, bukan pertahanan. Dengan demikian
domainnya menjadi sangat jelas, termasuk pengelolaan lembaga, personel,
penggunaan personel militer untuk pekerjaan diluar tugas pertahanan negara,
lihat Undang-undang nomor 34 tahun 2004, tentang TNI. Tidak ada keraguan lagi atas domain dan
“jenis kelamin” atau bentuk, tugas dan fungsi Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Keempat,
sebagai tindak lanjut arah ketiga diatas, Bakamla perlu segera harus segera
menyusun berbagai kebijakan dan pedoman sinergi dan kordinasi semua lembaga
penegakan hukum dan keadualtan laut nasional. Dengan adanya pedoman ini,
selanjutnya dapat diatur pemanfaatan, penguatan patroli, pengamaan dan sistem
keselamatan laut, pelabuhan dan pantai. Bila ini berjalan tahapan selanjutnya dalah
pembinaan personal dan kemampuan teknologi dalam usaha menjalankan tugas dan
fungsinya serta peningkatan kapasitas lembaga secara keseluruhan diukur dari
capaian kinerja seluruh institusi yang berada dibawah koordinasi Bakamla,
meskipun fungsi pembinaan personel masih berada di bawah instansi masing-masing.
Jika seluruh sistem, tugas dan fungsi organisasi tersebut berjalan
maksimal, kita yakin akan ada ribuan
trilyun kekayaan kita terselamatkan. Dengan demikian, tujuan perlindungan dan pemanfaatan laut
untuk kesejahteraan rakyat sebagaimana diprintahkan undang-undang tentang laut
dapat terlaksana.
Jakarta / Manado, 27 Agustus 2015
Andaru
Satnyoto
[i] Andaru
Satnyoto, Dosen Program Studi Hubungan Internasonal , FISIP Universitas Kristen
Indonesia, Peneliti pada Centre For Asia Pacific Studies , Jakarta.
[ii] Buku aslinya
: GSSJ Ratu Langie, Indonesia In den Pasific: Kemproblemen van den
Aziatitischen Pacific, Batavia, 1937; Buku ini diterbitkan kembali dengan
tulisan dan bahasa yang telah
disesuaikan menjadi Indonesia di Pasifik:Analisa
Masalah-masalah Pokok Asia-Pasifik, Jakarta: Sinar Harapan, 1982.
[iii] Lihat
berbagai pengaturan dan kelembagaan yang terkait baik dalam bentuk UU, Perpres
SK Perdana Menteri, Peraturan Menteri, SK dan Perturan Kapolri dll.
[iv]Lihat
Rusdi Marpaung dkk. (eds.) Dinamika
Reformasi Sektor Keamanan, Jakarta:
Imparsial, 2005. Lihat pula berbagai
texbook pengajaran dasar studi hubungan
internasional tentang politics, security and power.