Seri Organisasi Internasional :
Pendirian Dan Kegagalan Liga Bangsa-Bangsa (The League of Nations)*
Oleh: Andaru Satnyoto*
1.
Pendahuluan
Pada masa Perang
Dunia (PD) I, dunia mengalami suatu peristiwa yang sangat dramatis menyangkut peradaban
manusia, dimana perang tersebut telah mengakibatkan korban yang besar. Hal ini
tidak terlepas dari kemajuan perlengkapan dan senjata tempur yang efektif. Perang Dunia I telah
memasuki babak baru kemajuan teknologi, khususnya persenjataan dan sistem
angkutan atau logistik yang sudah mengenal kapal mesin dan kereta api.
Dalam masa PD I ini muncul dua fenomena sekaligus, yaitu pada satu sisi, meningkatnya semangat nasionalisme dan patriotisme dan segala upaya untuk mendorong usaha pemenangan perang. Semangat ini sering kali juga memicu semangat berperang juga menambah rasa kebencian dan permusuhan antar pihak yang berkonflik. Sedang sisi lain mulai muncul usaha-usaha yang kuat untuk menghentikan permusuhan dan kebencian, serta usaha mencegah munculnya perang kembali. Walaupun tidak semua tokoh masyarakat dan pemimpin dunia percaya, bahwa kerjasama internasional sebagai jalan terbaik (best way) untuk dapat mencegah perang atau bahkan menghilangkan perang di masa depan.
Sejak pecahnya perang dunia pertama yang memilukan karena demikian banyak korban, ada banyak optimisme bahwa organisasi internasional dapat mencegah konflik militer, dapat mencegah perang. Oleh karena itu ada upaya-upaya kerjasama internasional mencegah dan menghilangkan perang. Namun akibat adanya kekuatan-kekuatan kontradiktif dari semangat nasionalisme, warisan “kebencian” perang dan sebagainya, usaha ini tidak mudah. Bahkan sebagian semangat tersebut masih terus terbawa ke dalam organisasi internasional yang kemudian terbentuk. Tidak ada pemimpin negara-negara nasional yang bersedia menyerahkan sebagian kewenangan dan kedaulatnnya kepada organisasi internasional berkait isu-isu yang berhubungan dengan persoalan nasionalisme. Jadinya organisasi internasional global ini seolah-olah tanpa kekuatan riil, tanpa kemampuan kekuasaan (toothless international organizations). Disamping itu juga mekanisme pengaturan yang cenderung menguntugkan pada pihak pemenang PD I dan cenderung tidak ramah terhadap bekas musuh dalam PD I, mengakibatkan tidak ada semangat merangkul semua pihak, termasuk musuh dalam PD I.
Beberapa pengaturan yang tidak kondusif bagi pengelolaan perdamaian yang langgeng, antara lain: Pertama, pihak negara-negara musuh dalam PD I tidak diterima jadi anggota, dan baru dapat diterima jadi anggota hanya apabila direkomendasi oleh negara-negara besar sekutu. Kedua, Dominasi negara-negara besar diproteksi melaui mekanisme sebagai anggota tetap dan mencegah pemberian sanksi bagi negara-negara besar, dengan ditetapkan sebagai anggota tetap liga bangsa-bangsa, dan juga punya hak veto yang dapat membatalkan putusan-putusan yang diambil dari sidang –sidang LBB. Negara-negara besar seperti Inggris, mendiktekan kekuasaan untuk pendudukan (penyelesaian) bekas-bekas tanah jajahan atau wilayah dibawah pengaruh negara-negara yang kalah perang. Proses perdamaian masih saja menyisakan berbagai mekanisme perubahan damai yang kurang memuaskan dan sanksi-sanksi militer masih dipergunakan, meski kadang tidak efektif, senantiasa ada harapan bahwa organisasi internasional baru dapat membantu mencegah konflik bersenjata.
Dalam masa PD I ini muncul dua fenomena sekaligus, yaitu pada satu sisi, meningkatnya semangat nasionalisme dan patriotisme dan segala upaya untuk mendorong usaha pemenangan perang. Semangat ini sering kali juga memicu semangat berperang juga menambah rasa kebencian dan permusuhan antar pihak yang berkonflik. Sedang sisi lain mulai muncul usaha-usaha yang kuat untuk menghentikan permusuhan dan kebencian, serta usaha mencegah munculnya perang kembali. Walaupun tidak semua tokoh masyarakat dan pemimpin dunia percaya, bahwa kerjasama internasional sebagai jalan terbaik (best way) untuk dapat mencegah perang atau bahkan menghilangkan perang di masa depan.
Sejak pecahnya perang dunia pertama yang memilukan karena demikian banyak korban, ada banyak optimisme bahwa organisasi internasional dapat mencegah konflik militer, dapat mencegah perang. Oleh karena itu ada upaya-upaya kerjasama internasional mencegah dan menghilangkan perang. Namun akibat adanya kekuatan-kekuatan kontradiktif dari semangat nasionalisme, warisan “kebencian” perang dan sebagainya, usaha ini tidak mudah. Bahkan sebagian semangat tersebut masih terus terbawa ke dalam organisasi internasional yang kemudian terbentuk. Tidak ada pemimpin negara-negara nasional yang bersedia menyerahkan sebagian kewenangan dan kedaulatnnya kepada organisasi internasional berkait isu-isu yang berhubungan dengan persoalan nasionalisme. Jadinya organisasi internasional global ini seolah-olah tanpa kekuatan riil, tanpa kemampuan kekuasaan (toothless international organizations). Disamping itu juga mekanisme pengaturan yang cenderung menguntugkan pada pihak pemenang PD I dan cenderung tidak ramah terhadap bekas musuh dalam PD I, mengakibatkan tidak ada semangat merangkul semua pihak, termasuk musuh dalam PD I.
Beberapa pengaturan yang tidak kondusif bagi pengelolaan perdamaian yang langgeng, antara lain: Pertama, pihak negara-negara musuh dalam PD I tidak diterima jadi anggota, dan baru dapat diterima jadi anggota hanya apabila direkomendasi oleh negara-negara besar sekutu. Kedua, Dominasi negara-negara besar diproteksi melaui mekanisme sebagai anggota tetap dan mencegah pemberian sanksi bagi negara-negara besar, dengan ditetapkan sebagai anggota tetap liga bangsa-bangsa, dan juga punya hak veto yang dapat membatalkan putusan-putusan yang diambil dari sidang –sidang LBB. Negara-negara besar seperti Inggris, mendiktekan kekuasaan untuk pendudukan (penyelesaian) bekas-bekas tanah jajahan atau wilayah dibawah pengaruh negara-negara yang kalah perang. Proses perdamaian masih saja menyisakan berbagai mekanisme perubahan damai yang kurang memuaskan dan sanksi-sanksi militer masih dipergunakan, meski kadang tidak efektif, senantiasa ada harapan bahwa organisasi internasional baru dapat membantu mencegah konflik bersenjata.
2.
Proses Pendirian Liga Bangsa-Bangsa
Selama PD I, para pemimpin negara-negara sekutu mengupayakan dan mendiskusikan tentang pengelolaan perdamaian pasca perang dan bagaimana caranya mencegah perang. Usaha serius ini awalnya lebih dominan dilakukan oleh tokoh-tokoh masyarakat sipil, akademisi dan diplomat. Baru kemudian setelah berkembang, peminpin negara mulai terlibat. Organisasi yang secara kuat mengembangkan pemikiran perdamaian, misalnya League To Enforce Peace, didirikan di Philadelphia, Pennsilvania, Juni 1915. Gerakan ini dimotori mantan Presiden AS, William Howard Taft. Kemudian pada bulan Mei 1916 Presiden Woodrow Wilson turut terlibat dan menyampaikan pidatonya dan mendorong berbagai prinsip perdamaian.
Pada awal January 1917, Presiden Woodrow Wilson berpidato di depan Senat Amerika Serikat menyampaikan pentingnya suatu Liga Perdamaian (League For Peace) yang didukung oleh kekuatan kolektif negara-negara besar. Satu tahun kemudian ia menyampaikan pidato di Kongres AS, yang kemudian dikenal Pidato Fourteen points Woodrow Wilson, yang menyerukan pendirian Liga Bangsa-Bangsa, ia menyatakan bahwa,...”A general association of nations must be formed under specific covenants for the purpose of affording mutual guarantee of political independence and territorial integrity to great and small state alike”. Fourteen points ini kemudian diterima Kongres dengan sedikit catatan. Demikian pula ketika ditawarkan kepada kepala-kepala negara-negara sekutu, yang kemudian diterima dan komit atau bertekad untuk memuat organisasi keamanan bersama sebagai bagian dari pengaturan pasca perang atau masa perdamaian.
Di Inggris dukungan terhadap Liga Bangsa-Bangsa datang dari
kelompok sejarawan, diplomat dan pengacara yang dipimpin oleh Lord Phillimore
seoang hakim dan ahli hukum internasional. Di Perancis suatu komite tingkat
menteri yang dipimpin oleh Leon Bourgeoise, mendiskusikan Liga Bangsa-bangsa
yang terutama menyangkut sistem sanksinya. Lord Phillimore ini kemudian banyak
mempengaruhi draft awal yang disiapkan Kolonel E.M House seorang staf pibadi
Presiden Wilson. Pada bulan Desember 1918, sebulan setelah gencatan senjata dan
sebulan sebelum perundingan perdamaian, Presiden Wilson berangkat ke Paris dan
mendapat sambutan yang sangat hangat, sangat antusias.
Setelah tiba di Paris, Perancis satu rencana terkait pendirian LBB, dipersiapkan oleh Jendral Jan Christiaan Smuts dan banyak mendapat perhatian karena dipublikasikan ke masyarakat. Proposal tersebut juga menyertakan petunjuk-petunjuk praktis, antara lain: sistem mandat untuk negara-negara koloni Jerman atau yang kalah perang. Dewan yang anggotanya terdiri dari anggota tetap dan yang berganti (dirotasi), dan komite-komite teknis untuk menyelenggarakan kerjsama sosial dan ekonomi organisasi. Walaupun banyak penyumbang pemikiran tentang rencana pendirian organisasi internasional ini, namun Presiden Wilson lah yang mendapat sanjungan dan penghormatan.
Pada tanggal 18 Januari 1919, Konferensi perdamaian dibuka di
Paris Perancis. Melalui dorongan
delegasi Inggris dan Amerika Serikat konferensi menerima resolusi, bahwa pendirian Liga Bangsa-Bangsa akan
menjadi bagian integral dari perjanjian perdamaian yang akan dihasilkan dalam
perundingan ini. Selanjutnya Wilson
ditunjuk sebagai Ketua Komite 19 orang anggota yang terdiri dari 2 orang dari
setiap negara besar, dan seorang dari
negara lebih kecil. Tim ini mampu
menghasilkan dokumen draft Liga
Bangsa-Bangsa . Setelah itu
masing-masing negara mengkajinya. Pada tanggal 14 Maret 1919, setelah Wilson tiba di Paris kembali Komite
dapat menyetujui sebagian besar draft
dan beberapa perubahan minor atas draft LBB. Keputusan lain yang diambil
misalnya, misalnya lokasi kedudukan LBB di Geneva, Swiss, penunjukkan Sir Erric Drummond sebagai Sekretaris Jendral LBB yang pertama. Rencana LBB kemudian dibawa ke pleno perundingan perdamaian 28 April 1919. Semua rencana organisasi tersebut dapat
diterima secara aklamasi. Namun karena perjanjian ini terikat sebagai bagian
dari perdamaian Versailles, maka hari
lahirnya LBB mengikuti selesai dan diratifikasinya perundingan perdamaian, tanggal 10 Januari 1920. Untuk sementara sekretariat
LBB berada di London, Inggris.
3.Sekilas Liga Bangsa-Bangsa
Pada awal Januari 1920, 42 negara telah meratifikasi dokumen
perjanjian perdamaian. Negara-neara ini yang kemudian juga disepakati sebagai anggota asli
(original members) LBB. Hanya sayangnya AS dengan Presiden Wilson yang gigih
mendorong pendirian LBB tidak pernah jadi anggota LBB. Total jumlah keanggotaan
terbesar mencapai 63 negara, dan dengan beberapa kasus pengunduran diri, jadi
total sekitar 60 negara aktif sebagai anggota.
Tujuan utama LBB adalah mempromosikan perdamaian dan mencegah munculnya berbagai perang. Hal ini juga terlihat pegaturan LBB. Dari 26 pasal-pasal LBB, 10 pasalnya terkait dengan usaha mencapai tujuan tersebut. Walaupun perang masih dapat dimaklumi, namun harus dicegah , dan siapapun agresornya harus diberikan tindakan / hukuman secara setimpal melalui tindakan kolektif yang efektif.
Dua prinsip dasar LBB untuk mengelola sistem perdamaian LBB
adalah : 1. Negara-negara anggota sepakat untuk menghormati dan menjaga
integritas teritorial dan kemerdekaan negara lain. 2. Perang dan ancaman perang merupakan ancaman
bagi semua anggota LBB. Negara-negara Liga yang terlibat sengketa namun tidak bisa melakukan negosiasi, mereka
sepakat untuk menyerahkan sengketa ke arbitrasi, penyelesaian hukum pengadilan atau meminta pertimbangan Dewan
Liga. Para pihak setuju untuk tidak mengambil langkah perang apapun alasannya
sampai setidaknya dalam 3 bulan berikut dalam hearing (penyelesaian) masalah dicarikan solusi konstruktifnya.
Untuk memfasilitasi penyelesaian sengketa melalui judicial settlement, pasal 14 Covenan menugaskan Dewan Liga untuk membuat suatu pengadilan. Dalam hal hearing / dengar pendapat atas suatu sengketa, Dewan Liga membuat suatu aklamasi rekomendasi, anggota Liga setuju untuk tidak mengambil tindakan perang pada negara yang mematuhi rekomendasi. Jika persetujuan aklamasi tidak dapat diambil, maka negara-negara anggota bebas untuk mengambil tindakan masing-masing.
Untuk memfasilitasi penyelesaian sengketa melalui judicial settlement, pasal 14 Covenan menugaskan Dewan Liga untuk membuat suatu pengadilan. Dalam hal hearing / dengar pendapat atas suatu sengketa, Dewan Liga membuat suatu aklamasi rekomendasi, anggota Liga setuju untuk tidak mengambil tindakan perang pada negara yang mematuhi rekomendasi. Jika persetujuan aklamasi tidak dapat diambil, maka negara-negara anggota bebas untuk mengambil tindakan masing-masing.
Pasal 16, memberikan Liga kekuatan untuk bertindak terhadap negara yang melawan perdamaian (semacam agresor) dan dianggap sebagai musuh bersama. Liga dapat
memberikan sanksi melalui tindakan kolektif efektif, bila negara-negara angota
dapat mematuhi kewajibannya. Pelanggaran terhadap perjanjian dapat dianggap
sebagai musuh bersama, sehingga Liga juga dapat mengambil tindakan militer yang
diperlukan dan susunan kekuatan internasional tersebut.
Dalam mencegah perang, Liga juga mendorong kebijakan perlucutan senjata, sehingga kemampuan suatu negara hanya sebatas untuk keamanan dalam negeri (nasional) saja. Liga juga mendorong agar pabrik-pabrik senjata swasta dibatasi, dan negara-negara anggota sepakat untuk publikasi persenjataan dan industrinya dimuat dalam buku annual Armaments Yearbook.
Meskipun relatif sedikit, Liga juga juga mendorong kerjasama
sosial ekonomi. Namun tidak ada alat kelengkapan organisasi yang didisain untuk
keperluan tsb. Namun komitmen kerjasama sosial ekonomi lebih terkait dengan
perjanjian perdamaian dan diatur tersendiri, seperti pendirian kerjasama buruh
dalam ILO. Dalam beberapa kasus, khusus memberi perhatian beberapa aspek tenaga kerja antara lain: 1.
Perlakuan adil bagi rakyat wilayah yang belum berpemerintahan sendiri (non
self governing peoples). 2. Supervisi atas masalah perdagangan perempuan dan
anak. 3. Supervisi perdagangan obat-obat terlarangbius obat-obat/. 4. Supervisi perdagangan
senjata. 5. Kebebasan komunikasi dan transit . 6. Perlakuan adil dalam
perdagangan untuk semua negara. 7. Pencegahan dan kontrol penyakit. Termasuk
mempromosikan Palang Merah sebagai lembaga yang sesuai untuk kerjasama
kesehatan dan kemanusiaan. Liga diharapkan juga mengatur kerjasama-kerjasama
teknis, namun ini tidak pernah mampu dilaksanakan.
Untuk tidak melakukan aneksasi, Liga menyetujui adanya suatu sistem mandat untuk wilayah-wilayah koloni bekas musuh. Pemegang mandat terutama Ingris dan Perancis, juga Australia, New Zealand, Jepang, Belgia, dan Afrika Selatan. Status mandat berbeda-beda bergantung situasi politisnya. Liga juga menyetuji agar perjanjian-perjanjian internasional terbuka, dan kesepakatan didaftarkan dan dipublikasikan pada sekretariat Liga. Sidang (Assembly) akan mereview atau meninjau berbagai perjanjian internasional tsb.
Alat kelengkapan organisasi utama berpusat pada The Assembly,
The Council dan Sekretariat. Sidang Liga dan Dewan Liga merupakan organ
perwakilan dimana setiap anggota memiliki satu suara. Sedang sekretariat
merupakan staf pegawai sipil internasional, bersifat tidak memihak dan melayani
organisasi secara keseluruhan. Masa sidang biasa berlangsung satu bulan, dengan
3 orang delegasi dan cadangan (alternate) delegasi juga 3 orang. Disamping itu
setiap perwakilan tersebut bisa mempunyai tim support dan staf. Semua anggota LBB otomatis anggota Sidang
Liga. Sedangkan alat kelengkapan Sidang Liga berupa 6 komite, meliputi Komite : 1. Legal. 2. Organisasi
Teknis 3. Pengurangan senjata. 4. Bugdet
dan finance. 5. Sosial dan humanitarian. 6. Komite Politik. Pengambilan keputusan komite bisa berdasarkan
voting, tetapi pada pengambilan keputusan pleno Sidang Liga dengan aklamasi.
Keputusan menyangkut masalah prosedur cukup dengan majority rule, aspek penting
lain tapi tidak harus aklamasi adalah admisi masuk anggota baru dan pemilihan anggota Dewan Liga.
Dewan Liga yang semula didisain diisi 5 anggota tetap dan 4 anggota biasa. Namun karena AS tidak jadi, Dewan menjadi minimum 8 dan bervariasi antara 8 hingga 15 anggota. Anggota tetap semula didisain untuk AS, Inggris, erancis , Italia dan Jepang. Namun kemudian berubah, Germany diberi status anggota tetap setelah masuk 1926, dan Uni Soviet / Rusia 1934. Keluarnya Jerman, Jepang dan Itali dari Liga membuat Liga kurang juga kurang kuat. Sesunguh Dewan (Concil) didisain lebih kuat terlihat persidangan Sidang Liga hanya setahun sekali bahkan semula direncanakan 3 tahun sekali, sedang Dewan dapat setiap waktu. 5. Memberikan pertimbangan atas masalah-masalah yang dimintakan oleh Dewan Liga. 6. Menyiapkan (memulai) revisi teraties (covenant).
Tugas Dewan Liga meliputi: 1. Melakukan upaya perdamaian yang bertikai. 2. Mengeluarkan anggota yang melanggar piagam liga (covenant). 3. Supervisi terhadap (pemegang) mandat. 4. Persetujuan terhadap pengangkatan staf sekretariat. 5. Kekuasaan mmemindahkan markas sekretariat. 6. Formulasi rencana perlucutan senjata. 7. Membuat rekomendasi metode melaksanakan penyelesaian sengketa secara damai dan penerapan sanksi. 8. Liga wajib bertemu atas permintaan anggota untuk membahas setiap ancaman terhadap perdamaian.
Tugas bersama Dewan dan Sidang Liga pada dasarnya mengadakan
pertemuan membahas masalah dan tindakan yang berkaitan dengan perdamaian.
Disamping itu agar minta pendapat Permanent Court Of International Justice. 3
Tugas bersama lainya meliputi: 1. Penunjukan sekretaris jendral. 2.
Pemilihan anggota Permanent Court Of International Justice. 3. Persetujuan
perubahan alokasi kursi anggota tetap dan tidak tetap Dewan Liga.
Dibandingkan dengan Dewan Liga, Sidang Liga cenderung kurang kuat, untuk itu sejak awal Sidang Liga berupaya memperluas pengaruhnya. Oleh karena itu, sejak sidang pertamanya 1920, Sidang Liga berupaya menjadi lebih prestis dibandingkan Dewan Liga, melalui pidato-pidato ketua delegasi, perdebatan menjadikan Liga sebagai forum dunia. Laporan Dewan Liga (The Council) dijadikan basis perdebatan, dianalisis dan dikritisi Sidang Liga.
Sedangkan Sekretariat Jendral juga membuat basis baru penyelenggaraan organisasi internasional. Sekretariat yang memiliki cukup banyak staf yang kapabel dan membuat tradisi baru untuk loyal pada Sekjen LBB dan organisasi bukan negara asal mereka. Walaupun Sekjen Sir Erric Drummond cenderung lebih menekankan perannya untuk memimpin administrasi yang efisien, dari pada menjalankan kepemimpinan politis organisasi internasional. Fungsinya menjadi pemimpin administrasi sipil internasional untuk mendukung pelayanan baik Sidang maupun Dewan Liga.
Organ lain LBB yang penting adalah Permanent Court Of International Justice. Organ ini memiliki piagam sendiri, namun tetap sebagai bagian dari perjanjian penyelesaian secara damai perang dunia. Dan seperti disebut didepan bahwa dewan dan Sidang Liga dapat secara aktif meminta pendapat (hukum) Permanent Court of International Justice. Secara teoritis organisasi ini merupakan organisasi terpisah, hal ini tentu terkait upaya agar organ peradilan ini benar-benar dapat independen.
Dalam organisasi Liga Bangsa-Bangsa, selain adanya organ utama tersebut, juga ada sekitar 20 organisasi satelit yang berada di sekitar Liga, sebagai organisasi pendukung dan 3 organisasi kerjasama teknis yaitu: 1. Economic and Financial Organization, 2. The organization For Communications and Transit, 3. The healt Organization. Komisi-komisi pendukung antara lain: Komis Mandat LBB, Komisi Penasehat Tentang Opium dan Obat-obatan terlarang, Komisi konfernsi Perlucutan senjata dan sebagainya.
4. Capaian dan Kegagalan LBB
Jika LBB dinilai dari tujuan utama dan umum LBB untuk
mencapai perdamaian dan penyelesaian sengketa tidak dengan perang, maka LBB
secara garis besar (umum) dapat dikatakan gagal. Namun demikian ada beberapa aspek
keberhasilan yang dapat diletakkan LBB antara lain: Pertama, dalam sepuluh
tahun awal berdirinya ada banyak sengketa yang dapat diselesaikan dengan damai.
Sukses ini terutama karena keterlibatan negara kecil dan sedang untuk mendorong
negara-negara besar melakukan tekanan agar sengketa dapat diselesaikan dengan
damai. Salah satu sukses adalah memfasilitasi penyelesaian perbatasan Yunani
dan Bulgaria, 1925. Aspek kedua keberhasilan, adalah LBB menjadi tonggak dasar
dari perlunya organisasi internasional dalam mengelola perdamaian dan kerjasama
internasional. Tonggak dasar inilah yang sedikit banyak ikut mempengaruhi model
kehadiran PBB pada masa setelah Perang Dunia II. Ketiga, melalui organisasi
lainya dan komite-komite sekitar LBB mulai berkembang kerjasama soial ekonomi
dan kerjasama teknis yang penting bagi perkembangan organisasi internasional
umumnya.
Beberapa kegagalan LBB antara lain dan terutama terkait kegagalan LBB mencegah dan menghukum agresi, seperti agresi Jepang ke Manchuria 1931, Serbuan Italia ke Etiophia dan Eritrea 1934-1935, dan serbuan Jerman ke negara-negara Eropa sejak 1939. Kegagalan ini pada akhirnya secara efektif mengakhiri LBB. Kegagalan ini tidak terlepas dari keberadaan kelemahan organisasi antara lain: Pertama, Sistem keanggotaan yang memberikan ruang berbeda, seperti masuknya koloni-koloni Inggris dan perlakuan yang membuat Inggris bisa memiliki 6 suara. Kedua, negara besar sponsor berdirinya LBB, yaitu AS tidak masuk anggota. Ketiga, sistem sanksi bagi pelanggar perdamaian tidak dapat efektif dan sulit ditegakkan. Keempat, sistem pengambilan keputusan atas masalah penting dan perdamaian termasuk sanksi yang membutuhkan suara aklamasi jelas sulit dicapai, sehingga tindakan kolektif negara-negara pencinta damai tidak dapat diwujudkan. Secara umum, mungkin karena juga masih dalam proses belajar, LBB mengalami kegagalan akibat organisasi tidak cukup diperlengkapi dalam mencapai tujuan (not well equipped). Negara-negara anggota belum cukup mengorbankan kepentingannya untuk kepentingan bersama perdamaian dan keamanan internasional.
Catatan: Tulisan ini bagian materi kuliah Organisasi International, yang sebagian besar bahannya diterjemahkan dari buku: A Leroy Bennett: “International Organizations: Principles & Issues, New Jersey: Prentice Hall Inc., 1991, h.22-39.